Biografi Sanad Thoriqoh Machrus Ali

Rosululloh Muhammad SAW

Syayyid Ahmad Bin Muhammad At-Tijany

Dan Beliau berkata (Syeikh Ahmad Tijany) sesungguhnya kedudukan kami disisi Allah pada hari kiamat tidak ada dari para wali yang memperolehnya dan sesungguhnya para wali dari masa sahabat sampai di tiupnya sang sakala tidak ada yang sampai pada kedudukan kami dan tidak pula mendekatinya.

Beliau pun berkata (Syeikh Ahmad Tijani):” Jiwa Rosulullah SAW dan Jiwaku seperti ini”, sambil mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah. “Jiwanya memberikan Bantuan pada para Rosul dan Nabi (semoga Allah melimpahkan keselamatan atas mereka semua) sedangkan jiwaku member bantuan pada para Quthb, Wali, Sholih, dari zaman azal sampai haris elamanya, setiap Syeikh Thoriqoh mengambil dariku pada zaman Ghoib, dan sesungguhnya para wali masuk dalam golongan kami dan mengambil wirid kami serta berpegangan denganThoriqoh kami dari permulaan wujud hingga hari kiamat.

Pada bulan Muharram tahun 1214 H. Syekh Ahmad al-Tijani mencapai maqam al-Quthbaniyyat al-‘Udhma. Dan pada tanggal 18 Safar pada tahun yang sama Syekh Ahmad al-Tijani mendapat karunia dari Allah swt., memperoleh maqam tertinggi kewalian ummat Nabi Muhammad yakni maqam al-Khatm wal-Katm atau al-Qutb al-Maktum dan Khatm al-Muhammadiyy al-Ma’lum.

Dikisahkan sebuah peristiwa ketika Syaikh Ahmad Tijani dikunjungi oleh 300 raja-raja Jin Islam dan 60 raja-raja waliyullah.

Dari 300 raja-raja jin tersebut mengutarakan keinginan mereka untuk diangkat menjadi murid dari Sayyidi Syaikh. Maka semua raja jin tersebut memohon agar diizinkan mengkhodam/ menghamba kepada beliau. Dan beliau pun mengizinkan dengan syarat bahwa para raja jin tsb juga harus mengkhidmat/ mengkhodam kepada syaikh/ guru yang ditunjuk oleh beliau ra beserta para murid-muridnya.

Demikian pula dengan 60 Sulthonul Auliyaillah, yang dipimpin oleh Sesepuh Wali Quthub: Syekh Abu Hasan Syadzili, Syekh Ibnu Arabi dan Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, memohon kepada Sayyidi Syaikh Ahmad Tijani agar diizinkan untuk berguru (diangkat sebagai murid) kepada beliau Syaikh Ahmad Tijani RA.

Dan Sayyidi Syaikh pun berkata bahwa bagaimana sekalian berguru kepadaku sementara derajat kalian adalah raja wali Allah?.

Mereka menjawab bahwa kami hanya mengayomi dan mendidik orang-orang yang masih hidup.

Sidi Syekh berkata: kalian aku angkat sebagai murid dengan syarat kalian mengkhidmat/ mengkhodam kepada syaikh/ guru (yang ditunjuk oleh beliau RA) berserta para murid-murid tijani.

Syarat menjadi murid dari tarekat Tijaniyah adalah

  1. Harus taat kepada Allah & Rasul-Nya

  2. Harus taat kepada Guru

  3. Harus taat kepada kedua orang tua

  4. Harus taat kepada Ulil Amri (pemerintahan yang benar dan sah)

1. Syayyid Ali Harozim (Maroko)

https://machrus7.com/2017/10/biografi-syaikh-ali-harazim-ra/

Syaikh Ali Harazim RA adalah seorang Wali Kamil Al-Arif billah. Khalifah Tijani yang sangat agung. Murid kesayangannya Syaikh Ahmad Attijani RA. Pemilik warisan Asror rahasia rahasia Sayyidi Syaikh Ahmad Attijani RA.

Nama lengkap beliau adalah : Abil Hasan Ali bin Arobi Barradah Al Maghribi Al Faasi

Beliaulah pengarang kitab induk Tijani yg berjudul : Jawahirul Maani Wa Buluughul Amani Fi Faidhi Sayyidi Abil Abbasi Attijani Radiyallahu Anhu

Kedudukan Syaikh Ali Harazim RA sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad SAW kepada Syaikh Ahmad Attijani RA : هو منك بمنزلة ابو بكر مني Huwa minka bi manzilati Abu Bakar minni Artinya : “Dia (Syaikh Ali Harazim RA) disisi engkau (Syaikh Ahmad Tijani RA) bagaikan Abu Bakar disisiKu”.

Bahkan Syaikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani RA berkata : لا يصل الى احد مني شيء الا على يد سيد ي حاج علي حرازم “Tidaklah sampai siapapun untuk menggapai apapun dariku kecuali melalui jalur Syaikh Haji Ali Harazim RA”

Maka baiknya seorang Ikhwan Tijani ketika kita kirim tawasul al-Fatihah :

  1. Rasulullah saw

  2. Syaikh Ahmad bin Muhammad Attijani RA

  3. Syaikh Ali Harazim RA

 + Syayyid Muhammad Al-Gholy (Maroko)

 

2. Syayyid Ahmad Al Kansusy (Maroko)

Beliau menghadap kehadirat Yang Maha Pengasih pada malam Selasa 28 Muharram 1294 H. bertepatan tanggal 12 Pebruari 1877 M. dan dimakamkan di Marakech, berdekatan dengan Makamnya Syekh Abu Qasim Suhaily yaitu salah satu dari wali tujuh yang popular di kota Marakech. Keramatnya sungguh agung, seperti yang saya dengar dari cerita saudara Shoduq an-Nadzifi (cucunya Syekh Muhammad an-Nadzifi penulis kitab “at-Thibu al-Faih wa al-Wirdu as-Saih fi Shalati al-Fatih”) kurang lebih seperti ini: tatkala Syekh Muhammad al-Kansusi mendekati ajalnya, semua muridnya berkumpul dan salah seorang diantara mereka meminta agar diperlihatkan keramatnya, kemudian beliau berkata: “aku tinggalkan kuburan ini nanti, barangsiapa yang berdoa kepada Allah SWT dan bertawasul kepadaku insyaallah hajatnya terkabul”.

Diantara karyanya:

  1. Al Jaisyu al-Aramram al-Khumasi fi Daulati Auladi Maulana Ali al-Jilmasi

  2. Al-Jawabu al-Muskit fi Raddi ala man Takallama fi Thoriqoti al-Imami at-Tijani bila Tatsbit

  3. Al-Badi’ fi Ilmi at Ta’dil

  4. Al-Hulalu az-Zanjafuriyati fi al-Jawabi an Asilati at-Thoifuriyati

 

3. Syayyid Husain Al Ifrony (Maroko)

 

4. Syayyid Ahsan Al Ba’aqily (Maroko)

https://machrus7.com/2017/10/syekh-abu-ali-ahsan-al-baqili/

Syekh Abu Ali Ahsan al Ba’qili bin Muhammad bin Muhammad bin Umar bin Mas’ud bin Ibrahim bin Abdullah bin Ali dilahirkan  pada awal abad ke-13 H di Desa Ikidhi-Maroko. Nasabnya berujung kepada sayyidina Hasan as Sibthi bin sayyidina Ali dan sayyidah Fatima az Zahra binti Rasulillah SAW. Sedangkan Ba’qili merupakan nama suku yang berada di daerah selatan Maroko.

Di usianya yang masih kecil (8 tahun) ayahnya meninggal dunia, mulai saat itulah saudara-saudaranya yang mencukupi keperluan beliau sehari-hari. Pada usia 14 tahun  telah hafal Al-Quran, yang kemudian melanjutkan menimba ilmu kepada para ulama di berbagai Negara, diantaranya di Qurawiyin-Fes, Medina Qasr Kabir, Medina Settat dan lainnya.

Pada tahun 1321, beliau memulai mempelajari ilmu Tasawuf, mulanya di bawah bimbingan Syekh Ali Masfayubi, dan kemudian berguru kepada Syekh al Qutb Husen al Ifrani (W. 1328 H) penulis kitab “Tiryaqu al Qulub min Adawai al Ghaflah wa ad Dzunub”, dari sinilah beliau memperoleh ijazah dan legalisasi sebagai Mursyid tarekat Tijaniyah secara mutlak dengan silsilah sanad keemasan yaitu Sidi Ahsan Ba’qili dari Syekh al Qutb Husen al Ifrani dari al Qutb Syekh Arobi bin Sayih (W. 1309 H) dari Syekh Ali at Tamasini (W. 1260 H) dari Sayyidina Maulana al Qutb Syekh Ahmad bin Muhammad at Tijani RA. dari Rasulullah SAW.

Kisahnya bertemu dengan Rasulullah diabadikan dalam kitabnya as Syurbu as Shafi, yang menceritakan bahwa kewaliannya berada di bawah telapak kaki Baginda Nabi SAW dan akan memperoleh derajat yang tinggi sebagai seorang Dai. Dituturkan pula oleh Syekh Muhammad bin Ahmad Alfa Hasyim al Futiy bahwasannya pada musim haji ia bertemu dengan Sidi Ahsan Ba’qili, seorang yang Alim, ahli Fiqih, ahli Hadits pada zamannya yang hafal 200 ribu hadits beserta sanadnya dan penulis produktif diberbagai disiplin ilmu. Akhirnya dia pun kagum dan terpukau dengan beberapa pertanyaan yang dijawab Sidi Ahsan Ba’qili, diantaranya ialah Zawiyah itu seharusnya diatas maupun di bawahnya tidak ada bangunan lagi untuk tempat tinggal. Zawiyah adalah semacam musholla tempat mengamalkan tarekat. Demikianlah cerita keponakannya Syekh Umar Al-Futiy penulis kitab “Rimah” atau Rimahu Hizbi ar Rahim ala Nuhuri Hizbi ar Rajim.

Sidi Ahsan Ba’qili juga andil besar dalam penyebaran ajaran tarekat Tijaniyah, terbukti 1200 orang lebih yang telah beliau talqin. Disamping itu pula turut andil melalui dakwah dan tulisannya tentang hukum, keutamaan dan rahasia tarekat ini. Hasil buah tangannya mencapai puluhan kitab, namun yang paling masyhur di kalangan Tijaniyah ialah Iraah dan Sauqu al Asrar ila Hadrati as Syahidi as Sattar. Adapun penerus perjuangannya yang kesohor antara lain ialah Syekh Ahmad bin Ali al Kasyti (W. 1374 H), putranya Sidi Muhammad Habib Abu Aqil (W. 1995 M), putranya Sidi Muhammad Kabir Ba’qili, Syekh Abdur Rahman Inezgane (W.1403 H), Syekh Muhammad Arobi bin Mahdi (yang berkunjung ke Indonesia pada bulan September 2013 lalu) dan Cucunya Ustadzah Zainab Abu Aqil yang eksistensi pola pikirnya bernafaskan al Ba’qili  dan lain-lain.

Beliau menghembuskan nafas terakhir untuk menghadap kehadirat Sang Khaliq pada malam jumat 10 Syawal 1368 H. Dahulu dimakamkan di daerah Oulad Ziyan, namun -subhanallah- ketika dipindah ke pemakaman Ghufron – Casablanca mayatnya utuh walaupun sudah bertahun-tahun.

 

5. Syayyid Muhammad Laqmary (Tunisia)

 

6. Syayyid Muhammad Al Basyir (Mauritania)

 

7. Machrus Ali (Jombang, Indonesia)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *